Senin, 01 Desember 2014

TEORI PENAWARAN ISLAM



TEORI PENAWARAN ISLAM

Johan Saputra
NPM 1221040082
Program Studi Ekonomi Mikro Islam
Fakultas Ekonomi Islam – IAIN Raden Intan

Abstrak
Berbicara tentang teori penawaran dalam kerangka ekonomi islam sebenarnya kelanjutan dari pembahasan tentang teori permintaan dalam ekonomi islam. Sama halnya dengan ekonomi islam pembahsaan persoalan ini menyangkut factor factor atau variable variable yang berpengaruh terhadap kedudukan penawaran suatu barang atau jasa tertentu.
Penawaran dalam ilmu ekonomi, adalah banyaknya barang atau jasa yang tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen pada setiap tingkat harga selama periode waktu tertentu penawaran (supply). Teori penawaran yaitu teori yang menerangkan sifat penjual dalam menawarkan barang yang akan dijual. Gerakan sepanjang dan pergeseran kurva penawaran perubahan didalam jumlah yang ditawarkan dapat berlaku sebagai akibat dari pergeseran dari kurva penawaran. Satu aspek penting yang memberikan suatu perbedaan dalam perspektif ini kemungkinan besar berasal dari landasan filosofi dan moralitas yang didasarkan pada premis nilai nilai islam penawaran dipengaruhi oleh beberapa factor. Antara lain harga barang tingkat teknologi, Jumlah produsen di pasar, Harga bahan baku serta harapan dan spekulasi.


PEMBAHASAN
A.    Teori Penawaran Islami
Islam mengajarkan umatnya menjadi umat yang kuat, umat yang tidak boros, umat yang memiliki manajemen hidup dan selalu sigap setiap saat tanpa harus membalikkan tangan (meminta-minta). Islam mengajarkan umatnya untuk kaya. al-Qur'an dan Sunnah baginda nabi Muhammad tidak ada yang mengajarkan umatnya untuk miskin, lebih-lebih meminta-minta, yang ada adalah ajaran-ajaran yang mengisaratkan untuk selalu hidup berkecukupan. 

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
"Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu."

Perintah untuk bekerja tidak lain adalah supaya mampu menjalani hidup menuju tatanan yang sakinah, mawaddah wa rohmah. Untuk itu, bekerja dipastikan untuk mencari keuntungan, keuntungan didasarkan dari nilai tawar yang diberikan. Artinya, Islam tidak serta merta mengajarkan untuk bekerja saja, akan tetapi juga untuk untung dalam bekerja. 

Dalam khasanah pemikiran ekonomi Islam klasik, penawaran telah dikenali sebagai kekuaatan penting di dalam pasar. Penawaran sebagai ketersdiaan barang di pasar. Penawaran barang atau jasa dapat berasal dari hasil impor (barang dari luar) dan produksi lokal. Kegiatan ini dilakukan oleh produsen maupun penjual. Nilai tawar dalam islam didasarkan pada: 

1.      Mashlahah
Pengaruh mashlahah terhadap penawaran pad dasarnya akantergantung pada tingkat keimanan adri produsen
jika jumlah mashlahah yang terkandung dalam barang yang diproduksi semakin meningkat maka produsen muslim akan memperbanyak jumlah produksinya cateris paribus.
2.       Keuntungan
Keuntungan meupakan bagian dari mashlahah karenan ia dapat mengakumulasi modal yang pada akhirnya dapat digunakan untuk berbagai aktivitas lainnya
dengan kata lain. keuntungan akan menjadi tambahan modal guna memperoleh mahlahah lebih besar lagi untuk mencapai falah. faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan adalah anatra lain :
a. Harga Barang
Jika harga turun,maka produen akan cenderung mengurangi penawaran nya sebab tingkat keuntungan yang diperoleh juga akan turun.
b. Biaya Produksi
Jika biaya turun, caterisparibus maka keuntungan produsen penjual akan meningkat yang seterusnya akan mendorongnya untuk meningkatkan jumlahpasokan pasar,sebaliknya.-Harga Input Produksi Kenaikan harga input produksi berpengaruh negatif terhadap penawaran yaitu akan mendorong produsen untuk mengurangi jumlah penawaranya, demikian sebaliknya.
- Teknologi Produksi Kenaikan teknologi dapat menurunkan biaya produksi sehingga meninggkatkan keuntungan produsen
akhirnya meningkatnya keuntungan ini mendorong produsen untuk menaikkan penawaraanya.

Dalam ekonomi Islam diketahui bahwa ada 4 hal yang dilarang dalam menjalankan aktivitas ekonomi, yaitu : mafsadahghararmaisir, dan transaksi riba.
Mafsadahgharar dan maisir sebagai tindakan yang menyebabkan kerusakan (negative externalities) sebagai akibat yang melekat dari suatu aktivitas produksi yang hanya memperhatikan keuntungan semata, walaupun sudah dikemukakan, namun tidak tercerminkan dengan baik di dalam konsep dan model dalam ekonomi Islam, sehingga sisi ini akan mendapat perhatian lebih banyak. Sedangkan pelarangan terhadap transaksi riba tidak akan begitu mewarnai pembahasan tentang konsep biaya produksi dalam Islam, karena sudah dijelaskan dengan lebih detail pada buku ataupun paper makalah dan jurnal lainnya. Sehingga makalah ini akan lebih banyak mencoba membuktikan bagaimana dampak positif terhadap tingkat efisiensi produk apabila dalam proses produksi sebuah perusahaan yang sesuai syariah tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya mafsadah,gharar dan maisir.

Adapun konsep penawaran merupakan bentuk perilaku ekonomi yang sangat penting dalam teori ekonomi, baik makro maupun mikro. Konsep ini juga dapat menjelaskan hubungannya dengan perilaku produsen dalam penetapan harga yang didahului dengan perhitungan biaya produksinya. Bila hukum penawaran ditetapkan dengan mengasumsikan faktor-faktor yang mempengaruhi determinasi harga terhadap penawaran dianggap tetap (ceteris paribus), sedangkan bila penawaran yang menentukan harga maka disebut teori penawaran (tanpa asumsi ceteris paribus). Maka, diperlukan konsensus yang baru terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan yang perlu untuk diperhitungkan di dalam penawaran terkait aspek mafsadah,gharar dan maisir.

B.     Pengaruh Pajak Penjualan
Pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai sebesar, misalnya Rp. 100 per liter bensin premium,atau misalnya 10% dari harga perunit, akan meningkatkan average total cost. Peningkatan ATC secara langsung juga berarti peningkatan MC.
Bila harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini berarti penurunan profit. Karena total revenue tetap sedangkan total cost meningkat. Sebelum adanya pajak penjualan, tingkat profit sebesar profit1. Dengan adanya pengenaan pajak penjualan, tingkat profit menurut menjadi profit2.
Secara grafis keadaan tanpa adanya pajak penjualan digambarkan pada diagram yang atas oleh kurva average total cost ATC1 dan kurva marginal cost MC1. Harga berada pada tingkat P*. sedangkan diagram bawah menggambarkan fungsi profit yang diturunkan dari diagram atas.
Ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah Q1 pada titik Q1, tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang berarti AR=TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit pada diagram bawah yaitu titik Q1 pada garis horizontal sumbu X. begitu pula ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1 pada titik Q1 ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit pada tingkat output Q1 juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC1=P*, profit mencapai tingkat maksimal ini terjadi pada tingkat produk Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit1 pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Total profit digambarkan oleh segiempat profit1 yang diarsir pada diagram atas.
Adanya pengenaan pajak penjualan meningkatkan ATC dari ATC menjadi ATC2, dan MC1 menjadi MC2. Harga tetap berada pada tingkat p*.
Ketika kurva ATC2 memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah Q2. Pada titik Q2. Tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang berarti TR=TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit2 pada diagram bawah yaitu titik Q2= pada garis horizontal sumbu X. begitu pula pada kurva ATC2 memotong garis harga dari bawah jumlah penawaran adalah Q2. Pada titik Q2 ini tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit2 pada tingkat output Q2 juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC2 = P* profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q2*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit 2 pada diagram bawah yaitu titik Q2*. Total profit digambarkan oleh segiempat profit2 yang di arsir. Jelaslah profit2 lebih kecil disbanding profit1. Secara pararel kita dapat pula mengatakan bahwa producer surplus dengan adanya pajak penjualan lebih kecil dibandingkan producer surplus tanpa adanya pajak penjualan.
Jadi pengenaan pajak penjualan membawa pengaruh
1.      Turunya total profit dari profit1 menjadi profit2.
2.      Turunya tingkat profit maksimal yang digambarkan oleh puncak gunung kurva profit pada diagram bawah. Secara grafis,puncak kurva profit1 lebih tinggi daripada puncak kurva profit2.
3.      Mengecilnya rentang skala produksi dari Q1’Q” menjadi Q2’Q2”. Dimana Q1 < Q2 dan Q1’Q2”.
Kurva
 










C.     Pengaruh Zakat Perniagaan
Pengenaan zakat perniagaan memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan pengenaan pajak penjualan. Dalam konsep islam, zakat perniagaan dikenakan bila telah terpenuhinya dua hal: nasib (batas minimal harta yang menjadi objek zakat,yaitu setara 96 gram emas) dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yaitu satu tahun). Bila nisab dan haul telah terpenuhi, maka wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Dalam ilmu ekonomi, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah revenue minus cost. Ulama berbeda pendapat mengenai komponen biaya. Sebagian berpendapat bahwa biaya tetap boleh diperhitungkan. Dalam ilmu ekonomi pendapat pertama berarti yang menjadi objek zakat adalah economic rent atau producer surplus.
Pendapat manapun yang digunakan atas objek zakat ini sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap ATC, yang berarti pula tidak ada pengaruh terhadap profit yang dihasilkan. Pengenaan zakat perniagaan juga sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap MC, yang berarti pula tidak memberikan pengaruh terhadap kurva penawaran.
Upaya memaksimalkan profit berarti pula memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus berarti memaksimalkan zakat yang harus dibayar. Jadi dengan adanya pengenaan zakat perniagaan perilaku memaksimalkan profit berjalan sejalan dengan perilaku memaksimalkan zakat.
Kurva
 













Pada titik Q1’, tingkat profit nihil karena pada titik ini AR = ATC yang berarti TR = TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kuva prfit1 pada diagram bawah, yaitu titik Q1 pada garis horizontal sumbu X. begitu pula ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1”. Pada titik Q1” ini tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit1 pada tingkat output Q1” juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC1 = P*, profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit1 pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Pada titik Q1* pula tingkat zakat maksimal tercapai. Keadaan ini digambarkan dengan puncak kurva profit dan puncak kurva zakat yang terjadi pada titik Q1* (diagram bawah).
D.    Internalisasi Biaya Eksternal
Perilaku memaksimalkan profit sering kali mendorong produsen untuk berlaku aniaya. Salah satu cara untuk meningkatkan profitnya adalah dengan memindahkan biaya-biaya yang seharusnya ditanggung produsen kepada pihak lain. Biaya yang paling mudah untuk dialihkan kepada pihak lain adalah biaya yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan proses produksi. Misalnya biaya pembuatan penampungan limbah pabrik yang seharusnya ditanggung produsen karena merupakan konsekuensi dari proses produksinya., dialihkan pada masyarakat dengan cara membuang begitu saja limbah pabrik ke tempat-tempat umum. Tindakan ini jelas aniaya, karena produsen jelas-jelas mendapat keuntungan dari proses produksi, namun tidak mau bertanggung jawab atas akibatnya, yaitu menanggung biaya penangan limbah. Dalam ilmu ekonomi, tindakan produsen ini disebut negative externalities.
Pada pembahasan tentang Garis Besar Ekonomi Islam diterjemahkan menjadi empat hal, yaitu dilarang melakukan mafsadah, dilarang melakukan transaksi gharar, dilarang melakukan transaksi maisir, dilarang melakukan transaksi riba. Salah satu bentuk mafsadah adalah melakukan kerusakan yang dalam istilah ekonominya disebut negative externalities. Dalam konteks utility function, mafsadah juga dapat diartikan bahwa islam hanya membolehkan utility function dibangun dalam pilihan “good” X dan “good” Y (“hal baik” X dan “hal baik” Y). pada prinsipnya utility function yang dibangun dalam pilihan “good”X dan “bad” Y (“hal baik “ X dan “hal buruk” Y), atau dalam pilihan “bad” X dan “good” Y, tidak dibolehkan karena tergolong tindakan mafsadah. Dalam pembahasan tentang teori permintaan islami kita pun telah membahas tentang corner solution bila kita dihadapkan pada pilihan haram X dan halal Y. corner solution ini menunjukan bahwa kalaupun kita dihadapkan pada pilihan “good” dan “bad”, kita akan memilih seluruhnya “good”, dan meninggalkan “bad” sama sekali. Solusi lain selain meninggalkan “bad” sama sekali (misalnya pada saat darurat), selalu menghasilkan solusi yang tidak optimal.
Secara grafis, upaya produsen melarikan diri dari tanggung jawab ini digambarkan dengan turunya ATC dari ATC1 menjadi ATC2, dan marginal cost turun dari MC1 menjadi MC2. Dengan tingkat MC yang lebih rendah (MC2 < MC1) produsen akan menawarkan lebih banyak barang, sedangkan dengan tingkat ATC yang lebih rendah (ATC2 < ATC1) Produsen akan menerima average economic rent yang lebih besar pula. Dengan demikian, profit akan naik dari profit1menjadi profit2









Kurva
 






$
 







Dalam pandangan islam, marginal external cost merupakan tanggung jawab dari produsen, karena tanpa ada proses produksi tertentu tidak akan muncul external cost. Oleh karena itu, MEC harus diinternalisasi kedalam komponen biaya produsen. Keadaan ini digambarkan oleh diagram yang sebelah bawah. MC1 adalah MC produsen, dan ATC1 adalah ATC produsen. Produsen tidak mempunyai pilihan untuk berproduksi pada tingkat MC2 dan ATC2 meskipun produsen bersedia memberikan kompensasi tertentu. Dalam konvensional, negative externalities masih dapat ditolerir dengan ketentuan ketentuan tertentu. Misalnya dengan penentuan emissions standard dan emissions fees. Emissions standard adalah ketentuan hokum tentang batas maksimal tingkat polusi yang masih dibolehkan. Jika produsen malampaui batas tersebut, maka ia akan dikenakan sanksi berupa denda atau bahkan dianggap melakukan tindakan criminal. Emissions fees adalah kompensasi yang harus dibayar untuk setiap unit populasi yang dilakukan produsen.
E.     Penerapan Biaya Kompensasi, Batas Ukuran atau Daur Ulang?
Dalam sejarah perekonomian Amerika Serikat, emissions standard merupakan pilihan dalam mengontrol negative externalities. Sedangkan di jerman, emissions fees adalah pilihan. Secara teoretis, sebenarnya kedua instrument ini dapat memberikan hasil yang sama.
Secara grafis ini digambarkan pada diagram atas. MC adalah marginal cost, MCA adalah marginal cost of abating emissions. Efficient level of emissions terjadi pada titik E*. dan hal ini dapat dicapai dengan instrumen standard atau fees. Dengan fees sebesar F* per unitnya, mendorong produsen untuk menekan dan menjaga tingkat polusinya pada tingkat dimana besarnya fees sama dengan marginal benefitnya. Dalam hal ini marginal benefit diukur dengan marginal cost of abaiting emissions. Perpotongan kurva MCA dengan garis horizontal pada titik F* menunjukan tingkat officient level of emissions yaitu pada tingkat E*. tingkat efficient level of emissions ini dapat pula dicapai dengan menentukan standard polusi pada tingkat E*
 











            Dalam praktiknya, standard dan fees mempunyai implikasi yang berbeda. Katakanlah di jerman yang menggunakan instrument fees. Pemerintah dapat menentukan single rate fee yang berlaku untuk semua produsen, misalnya pada tingkat F*. padahal setiap produsen mempunyai struktur biaya yang berbeda. Katakanlah produsen pertama mempunya MPC1 dan produsen kedua mempunyai MCA2, dimana MCA1 > MCA2. Secara grafis kurva MCA2 terletak disebelah kiri kurva MCA1. Ini berarti perpotongan kurva MCA2 dengan garis horizontal pada titik F*, akan berada pada titik disebelah kiri E*. atau dengan kata lain, produsen yang mempunyai MCA yang lebih rendah akan berproduksi dengan tingkat polusi yang lebih rendah. Semakin kecil tambahan biaya untuk mengurangi polusi, maka makin besar pengurangan tingkat polusi (makin besar benefit bagi masyarakat), sehingga semakin rendah tingkat polusi.
            Dalam konsep islam, mencegah mafsadah lebih diutamakan daripada memperbaiki dampak burukmafsadah, meskipun dampak buruk tersebut timbul sebagai ekses dari suatu produksi yang bermanfaat. Itu sebabnya penggunaan mekanisme recycling lebih diutamakan daripada instrument fees dan standard. Secara grafis recycling ini digambarkan pada diagram sebelah bawah. MC adalah Islamic marginal cost, EC adalah external cost, RC adalah refund cost per unit, dan MCR adalah marginal cost of recycling. Efficient amount of recycling dari limbah produksi terkadi pada saat marginal cost of scrap disposal (MC) sama dengan marginal cost of recycling (MCR). Bila potensi terjadinya negative externalities terdapat pada masyarakat, dalam system ini masyarakat diberikan insentif untuk tidak melakukan negative externalities, misalnya tidak membuang kemasan bekas sembarangan sehingga menimbulkan mafsadah. Bila potensi negative externalities terdapat dilingkungan produsen, recycling dalam artian mendaur ulang untuk memproduksi output yang sama tidak selamanya dapat dilakukan. Namun demikian, recycling dalam artian menduar ulang limbah untuk dimanfaatkan memproduksi output lain tetap dapat dilakukan. Misalnya intalasi pengolahan air bersih (intalasi penjernahan air PAM) yang menghasilkan limbah berupa lumpur. Limbah berupa lumpur ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.


KESIMPULAN
Dalam penjelasan mengenai teori penawaran dalam islam ini, maka dapat dambil kesimpulan antara lain adalah :
  1. Bahwasannya dalam teori penawaran yang ada dalam kegiatan ekonomi menurut pandangan islam , tingkat harga yang stabil dan biaya hidup yang relatif rendah merupakan  pilihan yang paling bijak, namun tetap  dengan  mengusahakan pertumbuhan dan keadilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
  2. Didalam teroi penawaran, harga dengan kuantitas barang berhubungan positif, dimana jika harga naik maka kuantitas barang yang akan ditawarkan akan meningkat pula. Namun jika kita telaah dari sisi ke Islaman, hal tersebut tidak serta merta dapat dilakukan, sebab sebagai orang yang menawarkan (produsen) yang sesuai dengan syariat islam, kita perlu juga memperhatikan garis religi yang ada. Apakah penawaran yang kita lakukan memberikan dampak positif bagi kemaslahatan umat atau justru sebaliknya. 
3.      Ada beberapa pengaruh pajak penjualan seperti turunya total profit dari profit1 menjadi profit 2, turunya tingkat profit maksimal , mengecilnya rentang skala produksi,dll. Akan tetapi zakat perniagaan memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan pengenaan pajak penjualan. Dalam konsep islam, zakat perniagaan dikenakan bila telah terpenuhinya dua hal: nasib (batas minimal harta yang menjadi objek zakat,yaitu setara 96 gram emas) dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yaitu satu tahun) Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Dalam ilmu ekonomi, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah revenue minus cost.
4.      Dalam pandangan islam, marginal external cost merupakan tanggung jawab dari produsen, karena tanpa ada proses produksi tertentu tidak akan muncul external cost.


DAFTAR PUSTAKA
Subhani, Ja’far, Ar Risalah, Jakarta: Lentera, 2000.
Yakub, Ismail, Ihya’ Al-Ghazali, Jakarta: CV Faizan, 1983, Jilid 1.
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf, 1996.
Kahf, Monzer, A Contribution to the theory of consumer Behaviour in an Islamic Society dalam Khursid Ahmad (ed). Studies In Islamic Economics, Leicester. The Islamic Foundation, 1981.
Miller, Roger LeRoy, Economics Today, New York: Harper Collins Publishers, 1991, Edisi Ketujuh.
Jalaluddin, Abdul Khair, The roleof government in an Islamic economy, Kuala Lumpur: Noordeen, 1991.
Boulding, Kenneth, beyond economics, Ann Arbor: University of MichiganPress, 1968.
Conry E., G. Ferrera, dan K. Fox, The Legal Enviroment of Business, Boston: Allyn And Bacon, 1990, Edisi Kedua.
Etzioni, Amitai, The Moral Dimension: Toward a New Economics, New York: The Free Press, 1990.

Tidak ada komentar: