SISTEM EKONOMI KAPITALIS/LIBERALIS
Oleh : Kelompok 8
Johan Saputra (1221040082)
Juniyanti (1221040112)
Khairun Nisa (1221040058)
Laila Marlia Sari (1221040098)
Abstrak : Sistem kapitalis ini
menginduk pada pencetus pertamanya yaitu Adam Smith melalui bukunya yang terbit pada tahun 1776
dengan judul An Inquiry the nature and Cause of the wealth of nation yang
menghendaki setiap orang diberi kebebasan untuk bekerja dan berusaha dalam
persaingan sempurna dengan meniadakan sama sekali intervensi pemerintah.
PENDAHULUAN
Sistem ekonomi
kapitalis adalah sistem ekonomi yang aset-aset
produktif dan atau faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh
sektor individu/swasta.[1]
Menurut Milton H. Spencer, kapitalisme merupakan
sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat atas
alat-alat produksi dan distribusi yang pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam
kondisi yang sangat kompetitif.
Sistem kapitalis ini menginduk pada
pencetus pertamanya yaitu Adam Smith melalui bukunya
yang terbit pada tahun 1776 dengan judul An Inquiry the nature and Cause of the
wealth of nation yang menghendaki setiap orang diberi kebebasan untuk bekerja
dan berusaha dalam persaingan sempurna dengan meniadakan sama sekali intervensi
pemerintah. Sistem kapitalis ini membawa
sistem perekonomian tunduk kepada aturan pasar yang lebih mementingkan diri
sendiri dan pemilik modal untuk memperoleh laba maksimal.
Sistem ekonomi kapitalis itu sendiri
memilki prinsip yang menjadi landasan, serta tujuan dari setiap kebijakan yang
dibuat. Untuk mengetahui hal-hal tersebut, kami menghadirkan paper ini sebagai
upaya untuk menjelaskannya.
Kata
kunci : Prinsip, tujuan dan kebijakan, perkembangan kapitalisme.
LANDASAN
Ada empat prinsip pokok yang paling mendasar dalam sistem ekonomi
kapitalis yaitu:
1.
Hak milik Swasta
(Private Property)
Sebagian hak kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis adalah hak
kepemilikan swasta/individu. Ia menjamin bahwa setiap orang memiliki hak untuk
memiliki usaha yang legal. Dengan hal ini membuat masyarakat terpacu untuk
lebih produktif dalam setiap usahanya dan kekayaan sebagai hak milik yang
alamiah. Sebenarnya dalam prinsip ini menimbulkan kesenjangan karena
ketidakmerataannya distribusi kekayaan, kekayaan hanya diperoleh bagi mereka
yang memiliki modal banyak. Sehingga yang terjadi adalah yang kaya
tambah kaya, yang miskin tambah miskin karena kebuasan singa sudah menjadi
semangat persaingan.
2.
Dibina
oleh tangan yang tak terlihat ( the invisible hand)
Setiap
individu dalam sebuah masyarakat kapitalistik dimotivasi oleh kekuatan-kekuatan
ekonomi sehingga ia akan bertindak sedemikian rupa untuk mencapai kepuasan
terbesar yaitu memperoleh lama sebesar-besarnya dengan pengorbanan atau biaya
yang sekecil-kecilnya.
3.
Individualisme
ekonomi
Tidak adanya intervensi/campur tangan pemerintah menimbulkan
individualisme dan kebebasan ekonomi. Sehingga mekanisme pasar sering kali
dikuasai oleh para produsen. Kelangkaan yang terjadi di pasar menjadi peluang
bagi para produsen untuk menambah produksinya dan meningkatkan labanya.
Sedangkan bagi konsumen, gejala naiknya harga ini merupakan sinyal untuk
menahan diri, menyusun ulang rencana pengeluarannya agar dapat melanjutkan
kehidupannya.
4.
Persaingan
dan Pasar bebas (free market kompetition)
Prinsip
bekerjanya mekanisme pasar menyebabkan terjadinya persaingan antar pelaku
ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sempurna, pasar bebas menunjukkan
ciri-ciri, pembeli dan penjual dalam jumlah cukup banyak yang menjebabkan
mereka tidak dapat mempengaruhi harga barang yang bersangkutan kemudian
kebebasan para pembeli serta penjual yang tidak dihalangi oleh
pembatasan-pembatasan ekonomi atas permintaan dan penawaran. Kendati demikian
persaingan ini menyebakan para produsen lebih produktif dan kreatif, agar mampu
bersaing dengan kompetitor lainnya.
Dalam sistem ekonomi kapitalis nilai merupakan sesuatu yang sangat
urgen. Karena nilai merupakan suatu sarana untuk melihat faedah suatu barang
dan jasa, juga untuk menentukan kemampuan produsen dan konsumen. kapitalisme
melakukan klasifikasi antara nilai guna dengan nilai tukar yang ada pada setiap
komoditi.
Kekuatan nilai tukar suatu barang menjadi satuan ukur kekuatan
suatu barang. Dalam ini yang dimaksudkan adalah uang sebagai nilai tukar yang
sah. Dengan adanya nilai tukar ini memudahkan pelaku ekonomi dalam melakukan
transaksinya. Tak terlepas dari itu suatu barang juga memliki nilai guna yang
dapat diukur ari tingkat kepuasan seseorang akan barang yang dikonsumsinya
tersebut.
TUJUAN DAN KEBIJAKAN
Tujuan
kapitalisme yang hanya berasas pada biaya produksi yang murah dan keuntungan
yang tinggi realitanya berkebalikan dengan Islam, yang menganjurkan agar
seorang muslim tidak sekedar menimbun uang dan menghimbau agar menyedekahkannya
untuk kemaslahatan sosial, kapitalisme justru akan membentuk tatanan masyarakat
yang egois, materialis dan konsumeris.
Kebijakan ekonomi suatu negara tidak
bisa lepas dari keterlibatan pemerintah karena pemerintah memegang kendali atas
segala sesuatu, menyangkut semua kebijakan yang bermuara kepada keberlangsungan
negara itu sendiri. Setiap pemerintahan yang sedang memimpin suatu negara tentu
saja memiliki kebijakan ekonomi andalan untuk menjamin perekonomian negara yang
baik dan stabil demi tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan, karena sudah
menjadi kewajiban pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi agar tercapainya
kehidupan yang makmur dan sejahtera bagi rakyatnya.
Kebijakan ekonomi suatu negara juga
tidak bisa dilepaskan dari paham atau sistem ekonomi yang dipegang oleh
pemerintahan suatu negara, seperti sistem ekonomi Kapitalisme, Sosialisme,
Campuran. Tentu saja pemerintah, sebagai pengendali perekonomian suatu negara,
menganut salah satu sistem ekonomi sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan
ekonomi. Apapun sistem ekonomi yang dipegang oleh suatu pemerintahan, sistem
ekonomi itulah yang diyakini sebagai sistem ekonomi terbaik bagi perekonomian
negara yang dipimpin oleh suatu pemerintahan tersebut walaupun nantinya dalam
sistem ekonomi yang dipegang memiliki berbagai kelemahan.
PERKEMBANGANNYA
Secara historis
perkembangan kapitalisme merupakan bagian dari gerakan individualisme.
Gerakan ini juga menimbulkan dampak dalam bidang yang lain. Dalam bidang
keagamaan gerakan ini menimbulkan reformasi. Dalam hal penalaran melahirkan
ilmu pengetahuan alam. Dalam hubungan masyarakat memunculkan ilmu-ilmu sosial.
Dalam bidang ekonomi melahirkan sistem kapitalisme. Oleh karena itu peradaban
kapitalis sah (legitimate) adanya. Di dalamnya terkandung pengertian
bahwa kapitalisme adalah sebuah sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari
sekedar tipe tertentu dalam perekonomian. Sistem ini berkembang di Inggris pada
abad 18 masehi dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat Laut dan
Amerika Utara (Ebenstein & Fogelman, 1994: 148).
Perjalan
sejarah kapitalisme tidak dapat dilepaskan dari bumi Eropa, tempat lahir dan
berkembangnya kapitalisme. Tahun 1648 (tahun tercapainya perjanjian Westphalia)
dipandang sebagai tahun lahirnya sistem negara modern. Perjanjian itu
mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (antara Katholik dan Protestan di Eropa) dan
menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan pada konsep kedaulatan dan
menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katholik Roma (Papp,
1988: 17). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itu aturan main
kehidupan dilepaskan dari gereja (yang merupakan wakil Tuhan), dengan anggapan
bahwa negara itu sendiri yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya
sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya, sementara
Tuhan (agama) diakui keberadaannya tetapi dibatasi hanya di gereja (hubungan
manusia dengan Tuhannya).
Prinsip dasar
sekular tersebut adalah menempatkan manusia (negara/kerajaan) sebagai pembuat
peraturan atau hukum. Permasalahan berikutnya adalah siapa atau apa yang
berwenang membuat aturan yang menjamin terciptanya kehidupan yang damai,
tentram dan stabil. Kenyataannya, Eropa sampai abad ke-19 merupakan
kerajaan-kerajaan yang diperintah oleh kaisar, raja dan para bangsawan
(aristokrat). Sampai masa itu, peran politik rakyat sangatlah minim bahkan
tidak ada. Rakyat secara pasif patuh pada raja dan undang-undang yang dibuat
oleh raja, tanpa melibatkan diri dalam proses politik (pembuatan keputusan).
Dan ternyata raja selalu tidak bisa memenuhi kepentingan dan kebutuhan warganya
secara adil dan menyeluruh.
Selanjutnya
terdapat tiga perkembangan penting yang mempengaruhi perubahan situasi di
Eropa, yaitu: revolusi industri (1760 - 1860), revolusi Perancis (1775 - 1799)
dan tingkat melek huruf (literasi) (abad ke-19). Ketiga peristiwa tersebut
telah mendorong munculnya keterlibatan rakyat (di luar raja dan kaum bangsawan)
di dalam politik (pengaturan urusan rakyat) (Robert & Lovecy, 1984: 7) .
Revolusi industri telah memunculkan kelas menengah yang mempunyai kekuatan
ekonomi, sehingga dengan kekuatannya tersebut mereka menuntut derajat kekuatan
politik yang berimbang. Revolusi Perancis telah mendorong tuntutan akan nasionalisme
(ide bahwa rakyat bisa memerintah dirinya sendiri, bukan diperintah oleh yang
lain), libelarisme (ide bahwa otoritas politik harus disahkan lebih
dahulu secara konsensus dan tidak secara turun temurun, serta dibatasi
oleh hukum dan konstitusi) dan equalitas (ide bahwa partisipasi politik
tidak hanya di tingkat elit aristokrat saja, tetapi terbuka untuk semua
penduduk). Sedangkan meningkatnya derajat melek huruf di kalangan rakyat telah
menyebabkan mereka dapat membaca peristiwa-peristiwa dan pemikiran-pemikiran
yang berkembang di Eropa dan sekaligus mempengaruhi mereka.
Kemajuan sosial (social progress), yang berupa sejumlah perbaikan
kondisi ekonomi, intelektualitas, sosial budaya dan politik yang terjadi di
Eropa Barat antara abad ke-18 sampai abad ke-19, dapat dilihat sebagai penyebab
berkembangnya demokrasi, di mana demokrasi membatasi kesewenangan dan
mendorong manusia menjadi lebih sempurna dan adil dalam mengatur kehidupannya
(Palma, 1990: 17) . Dari sini kita bisa menyebut bahwa pada abad ke-19 telah
terjadi transisi politik di Eropa Barat dari bentuk otokrasi dinasti
tradisional menjadi demokrasi liberal modern.
Meskipun
demikian, ada kesamaan dalam dua kondisi tersebut, yaitu sekularime.
Konsekuensi dari Tuhan (agama) tidak boleh campur tangan dalam pengaturan
urusan kehidupan manusia adalah pembuatan aturan main (keputusan/hukum) oleh
manusia. Ketika keputusan/hukum dibuat oleh seseorang secara otoriter, dan
terbukti tidak mampu menangkap kepentingan dan kebutuhan rakyatnya, maka
dituntutlah keikutsertaan rakyat seluruh rakyat dalam membuat keputusan. Dengan
demikian diharapkan mampu menciptakan aturan main yang lebih bisa memenuhi
keinginan dan kepentingan rakyat banyak.
Sedangkan mengenai penamaan ideologi ini dengan nama Kapitalisme, An-Nabhani
dalam kitabnya Nidzom Al-Islam (1953) memberikan pendapat dan uraian
sebagai berikut: bahwa munculnya kapitalisme berawal pada kaisar dan raja-raja
di Eropa dan Rusia yang menjadikan agama sebagai alat pemeras, penganiaya dan
penghisap darah rakyat. Para pemuka agama pada waktu itu dijadikan sebagai
perisai untuk memenuhi keinginan mereka. Dari kondisi seperti itu, maka
berikutnya menimbulkan pergolakan yang sengit, yang kemudian membawa
kebangkitan bagi para filosof dan cendikiawan. Sebagian dari mereka mengingkari
adanya agama secara mutlak, sedangkan sebagian yang lain mengakui adanya agama
tetapi menyerukan agar dipisahkan dari kehidupan dunia. Sampai akhirnya
pendapat mayoritas dari kalangan filosof dan cendekiawan itu lebih cenderung
memilih ide yang memisahkan agama dari kehidupan, yang kemudian menghasilkan
usaha pemisahan antara agama dengan negara. Disepakati pula pendapat untuk
tidak mempermasalahkan agama, dilihat dari segi apakah diakuai atau ditolak,
sebab yang menjadi masalah adalah agama itu harus dipisahkan dari kehidupan
(An-Nabhani, 1953: 25).
Ide pemisahan agama dari negara tersebut dianggap sebagi jalan kompromi antara
pemuka agama yang menghendaki segala sesuatunya harus tunduk kepada mereka
(yang mengatasnamakan agama) dengan para filosof dan cendekiawan yang mengingkari
adanya agama dan dominasi para pemuka agama. Dengan demikian ide sekularisme
ini sama sekali tidak mengingkari adanya agama, akan tetapi juga tidak
menjadikannya berperan dalam kehidupan. Yang mereka lakukan tidak lain adalah
memisahkannya dari kehidupan (An-Nabhani, 1953: 25).
Atas landasan pandangan hidup seperti di atas, mereka berpendapat bahwa manusia
sendirilah yang berhak untuk membuat peraturan hidupnya. Mereka juga
mengharuskan pula untuk mempertahankan kebebasan manusia yang terdiri
dari kebebasan beragama, kebebasan berpendapat (berbicara), kebebasan individu
(pribadi) dan kebebasan kepemilikan (hak milik). Dari kebebasan hak kepemilikan
itulah dihasilkan sistem ekonomi kapitalis, yang merupakan hal yang
paling menonjol pada ideologi ini. Oleh karena itu ideologi ini dinamakan kapitalisme,
sebuah nama yang diambil dari aspek yang paling menonjol dalam ideologi ini
(An-Nabhani, 1953: 24).
Demokrasi sebagaimana telah diuraikan di atas, sebenarnya juga berasal dari
ideologi ini, akan tetapi masih dianggap kurang menonjol dibanding dengan
sistem ekonominya. Hal itu dapat dibuktikan bahwa sistem ekonomi kapitalis di
Barat ternyata sangat mempengaruhi elite kekuasaan sehingga mereka tunduk
kepada para kapitalis (pemilik modal, konglomerat). Bahkan hampir-hampir dapat
dikatakan bahwa para Kapitalislah yang menjadi penguasa sebenarnya di
negara-negara yang menganut ideologi ini. Di samping itu demokrasi bukanlah
menjadi ciri khas dari ideologi ini, sebab sosialispun ternyata juga
menyuarakan dan menyatakan bahwa kekuasan berada di tangan rakyat. Oleh karena
itu lebih tepat jika ideologi ini dinamakan ideologi Kapitalisme
(An-Nabhani, 1953: 24-25).
Oleh karena itu kapitalisme saat ini sudah tidak bisa disebut sebagai
hanya sebuah "isme" biasa atau sebuah
pemikiran filsafat belaka, bahkan tidak bisa juga
hanya dikatakan sebagai sebuah teori ekonomi . Akan tetapi
kapitalisme telah menjadi sebuah ideologi dunia yang mencengkeram dan
mengatur semua sendi-sendi kehidupan manusia secara
menyeluruh dan sistemik. Lester C. Thurow dalam bukunya
The Future of Capitalism (1996) menggambarkan tentang perjalanan
kapitalisme sebagai berikut:
“Since the
onset of the industrial revolution, when success came to be defined as rising
material standards of living, no economic system other than capitalism has been
made to work anywhere. No one knows how to run successful economies on any
other principles. The market, and the market alone, rules. No one doubts it.
Capitalism alone taps into modern beliefs about individuality and exploits what
some would consider the baser human motives, greed and self-interest, to
produce rising standards of living. When it comes to catering to the wants and
desires of every individual, no matter how trivial those wants seem to others,
no system does it even half so well. Capitalism’s nineteenth and
twentieth-century competitors - fascism, sosialism and comunism - are all gone (Thurow, 1996: 1).
Adapun mengenai kelahiran ekonomi kapitalis itu sendiri, hal ini tidak
bisa dipisahkan dengan Adam Smith, seorang pemikir terkemuka di abad 18 yang
telah membidani kelahiran ilmu ekonomi lewat karyanya yang monumental “Inquiry
into the Nature and Causes of the Wealth of the Nations” pada tahun 1776
(Saefuddin, 1992: xvi).
Smith, dengan sistem pasarnya memunculkan pengetahuan tingkah laku ekonomi yang
belum pernah ditemui sebelumnya yang kemudian menjadi bahan analisa bagi
terbentuknya sebuah tubuh ilmu yang makin utuh. Pandangan, pemikiran, analisa dan teori-teorinya yang tertuang secara
detail dalam bukunya tersebut mendasari lahirnya sebuah sistem ekonomi yang
sampai sekarang berlaku, yakni sistem ekonomi kapitalis. Buku Smith
sesungguhnya merupakan gambaran, kupasan dan sekaligus ramalan tentang
kehidupan ekonomi pada zamannya. Dengan ketajaman dan kekuatan nalar, kekayaan
gagasan serta keyakinan seorang filsuf pada jamannya, Smith melihat di balik
gejala yang menjadi pusat perhatiannya, sesuatu yang kemudian disebutnya
sebagai hukum-hukum sistem pasar. Dasar
analisanya semata-mata obyektif yang mendasari tindakan ekonomi seseorang
sebagaimana yang ia tulis dalam bukunya (Saefuddin, 1992: xvi): “It is not
from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker that we expect
our dinner, but from their regard to their own interest”.
Meskipun telah begitu banyak mengalami perubahan, ternyata teori Smith-lah
yang sampai kini mendasari perkembangan ilmu ekonomi liberal yang
melahirkan sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme yang telah
mulai berjangkit sejak revolusi industri dan makin berkembang dengan
penemuan Smith, pada suatu masa dalam sejarahnya telah melahirkan “anak
haram”nya yang kemudian memberontak. Meskipun benih nilai-nilai filsafatnya
berasal dari masa pemunculan sejaman, “anak haram” yang memberontak dalam wujud
komunisme itu baru muncul setelah kapitalisme merajalela di mana-mana
menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat buruh yang diperas dan
dihisap. Karl Marx, bidan yang di”nabi”kan oleh pengikutnya pada masa
selanjutnya, menulis tentang kapitalisme, mengupas kemudian meramalkan
keruntuhan sistem tersebut dalam bukunya “Das Kapital”. Kapitalisme
memang tidak segera mati seperti yang diramalkan oleh Marx, tetapi pemikiran
Marx sendiri tentang komunisme memunculkan kekuatan baru yang tidak kalah
besarnya. Dewasa ini pertarungan masih dengan sengit terjadi antara kedua paham
tersebut dalam skala dan gelanggang yang tidak tanggung-tanggung luasnya:
mondial (Saefuddin, 1995: xvii).
Ajaran Smith dan Marx, sesungguhnya tidak lagi diikuti secara murni.
Tetapi dalam berbagai ranting dan cabang pemikiran yang diturunkan daripadanya
masih dapat ditemui dasar-dasar ajaran kedua tokoh tersebut. Ekonomi yang kini
berlaku dan terus mengalami perkembangan di sebagian besar negara di dunia
bersumber dari kedua ajaran tersebut, yakni kapitalisme dan sosialisme
(Saefuddin, 1995: xvii).
Rais, dalam bukunya “Cakrawala Islam” (1996), secara lebih spesifik menjelaskan
hubungan antara ekonomi kapitalis dengan kapitalisme sebagai sebuah
ideologi yang juga biasa dikenal dengan nama libelarisme. Ekonomi
kapitalisme pada hakekatnya hanyalah suatu “byproduct” dari filsafat
politik libelarisme yang berkembang di zaman pencerahan (Enlightenment)
pada abad 18. Semangat libelarisme itu mengajarkan bahwa pada dasarnya manusia
sama sekali tidak jahat dan sejarah ummat manusia dapat disimpulkan sebagai
sejarah kemajuan (progress) yang menuju pada suatu tatanan rasional
dalam kehidupan, sehingga tuntutan spiritual dari lembaga agamapun tidak
diperlukan lagi (Rais, 1996: 91).
Ekses semangat liberalisme di Perancis pada zaman Pencerahan itu nampak pada
semboyan ecrasez l ‘infame yang berarti “lenyapkan hal yang memalukan
itu”. Dalam hal ini gereja katolik dan berbagai “supertisi yang diorganisasikan
oleh gereja” dianggap sebagai hal yang memalukan. Filsafat politik liberalisme
dengan didorong oleh rasionalisme, -yang mengatakan bahwa rasio manusia dapat
menerangkan segala hal di dunia ini secara komprehensip-, kemudian melahirkan
kapitalisme. Sesuai dengan prinsip “laissez faire, laissez passer”,
mekanisme pasar yang terdiri dari “supply dan demand” akan mengatur
kegiatan ekonomi masyarakat sebaik-baiknya. Tangan yang tidak kelihatan (the
invisible hands) dalam mekanisme pasar itu akan mengatur kegiatan ekonomi
masyarakat secara paling rasional, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan
sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat (Rais, 1996: 91).
Akan tetapi, ternyata kapitalisme justru menimbulkan suatu masyarakat yang
tidak egalitarian. Ia menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat banyak, di samping
menyebabkan munculnya keserakahan kaum kapitalisme dan individualisme yang
menyebabkan alienasi. Sebagai anti thesis terhadap kapitalisme, muncul marxisme
pada abad 19 yang dipandang dapat melahirkan sosialisme ilmiah. Berbagai bentuk
sosialisme di Eropa sebelum kehadiran marxisme dianggap sebagai sosialime
utopia. USSR merupakan negara sosialisme marxis pertama, otomatis negara
sosialis ilmiah, yang berhasil didirikan dan kemudian diikuti oleh RRC maupun
negara Eropa Timur (Rais, 1995: 92).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi kapitalis sebenarnya
merupakan bagian dari kerangka ideologi liberalis atau juga biasa disebut
ideologi kapitalis.
PENUTUP
Sistem ekonomi kapitalis adalah teori ekonomi dari Adam Smith yang
yang menghendaki setiap orang diberi kebebasan untuk berusaha dalam persaingan
sempurna dengan meniadakan intervensi pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Rahardja,
Prathama, Mandala Manurung, Pengantar llmu Ekonomi (Mikroekonomi &
makroekonomi) Ed-3, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2008
Jurnal Agustiati : Sistem Ekonomi Kapitalisme.
ISSN 1411-
3341.
Jurnal Ruslan
Abdul Ghofur Noor : Sistem Ekonomi Islam; Kapitalis atau Sosialis?, An-Nawa,
Jurnal Hukum Islam, Vol. III – Juli-Desember 2008
Jurnal Eko
Prasetyo : Kapitalisme & Neoliberalisme Sebuah Tinjauan Singkat, Ekonomi
Politik Journal Al-Manär Edisi I/2004.
Jurnal Ahmad Ubaidillah : Kapitalisme
dan Ekonomi Hatta, Republika : 2011.
[1] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar llmu Ekonomi
(Mikroekonomi & makroekonomi) Ed-3, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2008) Hlm. 469
Tidak ada komentar:
Posting Komentar